Eksistensi dan keberadaan Sri Baduga Maharaja Ratu Aji sebagai Raja
Sunda tidak perlu disangsikan lagi dan bahkan harus diakui. Sri Baduga
merupakan sosok primus inter pares raja terbesar sepanjang sejarah
kerajaan Sunda hingga saat ini sangat melegenda dan banyak dimitoskan
dengan nama Prabu Siliwangi.
Sebagaimana diungkapkan DR. Mumuh Muhsin Z. M.Hum., dalam paparan
makalahnya “Sri Baduga Maharaja; Tokoh Sejarah yang Memitos dan
Melegenda”, bahwa Kerajaan Sunda pernah diperintah oleh Prabu Jayadewata
atau Ratudewata dan dikenal juga dengan nama Prebu Guru Dewataprana
dengan gelar Sri Baduga.
”Ada banyak sumber yang dapat dijadikan rujukan, diantaranya Batu Tulis
di Bogor dan prasasti lempengan tembanga maupun daun lontar Carita
Parahiyangan,” ujar Mumuh pada acara Seminar Bedah Naskah “Sri Baduga
dalam Kajian Sejarah, Filologi dan Sastra Lisan", bertempat di Flamboyan
Room Hotel Baltika Jalan Gatot Subroto Bandung, Rabu (31/10/12) yang
diselenggarakan Balai Pengelolaan Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga.
Dikatakan Mumuh, Prebu Guru Dewataprana memerintah di kerajaan
Sindangkasih (Majalengka) dan menikah dengan Ambetkasih, kemudian
memerintah di kerajaan Singapura (Subang) menikah dengan Subanglarang
dan dikaruniai tiga orang anak (Walangsungsang, Larasantang dan
Rajasangara). Saat memerintah kerajaan Pakuan (sekitar tahun 1427) Prebu
Guru Dewataprana mendapat gelar Sri Baduga Maharaja dan menikahi
Kentring Manik putri Uwanya Susuktunggal.
Karena memerintah sangat lama, antara 1482 hingga 1521, Prebu Guru
Dewataprana mendapat gelar Siliwangi, karena ditangan kepemimpinannya
Kerajaan Sunda pindah dari Kawali (Ciamis) ke Pakuan Pajajaran. Selain
memerintah kerajaan Sunda terlama, gelar Prabu Siliwangi disematkan
kepada Prebu Guru Dewataprana karena sebagai sosok panutan dan sangat
disegani (asilih wewangi, silihwangi, siliwangi).
Selain Prebu Guru Dewataprana atau Sri Baduga Maharaja atau Prabu
Siliwangi, menurut DR. Undang Ahmad Darsa, M.Hum., berdasarkan Carita
Parahyangan (Kropak 406) dan Nagarakretabhumi, antara abad 14 hingga
akhir abad 16 Masehi Kerajaan Sunda diperintah tidak kurang dari 14
raja. Diawali dengan masa pemerintahan Prabu Linggadewata (1311-1333),
Prabu Ajibuna Linggawisesa (1333-1340), Prabu Ragamulya (1340-1350),
Prabu Maharaja Linggabhuwanawisesa (1350-1357), Patih Mangkubumi
Suradipati (1357-1371), Niskala Wastu Kancana (1371-1475), Rahiyang Dewa
Niskala (1475-1482), Sang Susuktunggal (1475-1482), Prebu Guru
Dewataprana atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521), Prabu Surawisesa
(1521-1533), Prabu Ratu Dewata (1533-1543), Sang Ratusaksi Sang
Mangabatan (1543-1551), Tohaan di Majalaya atau Prebu Nilakendra
(1551-1567) dan Nusiya Mulya atau Prabu Ranggamulya (1567-1579) ditutup
Panembahan Yusuf di Banten sebagai pewaris terakhir Kerajaan Sunda.
“Namun sangat disayangkan, keberadaan raja-raja di Sunda tersebut kurang
begitu dikenal. Sangat berbeda dengan nama-nama raja di Jawa yang
sangat masyur,” ujar Undang Darsa.
Tidak terekposnya nama-nama raja di Sunda tersebut, menurut Undang
Darsa, selain akibat pelajaran sejarah yang tidak menarik dan
membosankan karena berisikan hafalan nama orang dan tempat serta waktu.
Selain itu, nama-nama raja Sunda hingga kini masih menjadi legenda dan
dimitoskan akibat tidak ada bukti nyata berupa bangunan kerajaan.
“Semisal letak kerajaan Sunda Galuh, Pakuan Pajajaran dan lainnya tidak
diketahui secara pasti dimana. Hal tidak kalah mengundang tanda tanya
hingga sekarang ini adalah keberadaan Prabu Siliwangi yang diyakini
sejumlah daerah terdapat makamnya,” ujar Undang Darsa, yang berharap
guru-guru maupun pihak akademisi dituntut untuk memiliki tanggungjawab
moral menyampaikan sejarah dengan benar dan menarik
0 komentar:
Posting Komentar