Cahaya di langit Baghdad, yang dipenuhi pasir berterbangan, semakin memudar ketika Hassan Mahsan mengingat kembali apa yang terjadi kepada keluarganya musim panas lalu. Hassan dan keluarganya berdiri di halaman rumah petaknya, anak-anaknya tengah asyik bermain. Tiba-tiba seorang tentara datang menuju ke arah putri kecilnya, kemudian mencengkeram kepala putrinya seperti sebuah melon. Kemudian, dia menodongkan senjatanya ke arah kepala putrinya dan mengokang senjatanya, lalu berkata, "Tinggal pilih, katakan dimana al-Zaydawi atau saya akan membunuh gadis kecil ini."
"Mereka kemudian merangsek masuk kedalam rumah saya dan mengambil apapun yang mereka inginkan," kata ibunda Hassan. "Seumur-umur, saya belum pernah melihat orang yang melakukan tindakan seperti itu."
Pertama-tama, Hassan tidak dapat mengenali apakah tentara yang datang adalah tentara Irak atau AS. Tentara tersebut mengenalkan diri sebagai seorang sersan polisi, menawarkan identitas dirinya sebelum mereka meraih pistol dan memukulnya hingga jatuh tersungkur di tanah. Para tentara tersebut tidak bertindak seperti layaknya tentara Irak yang pernah dia lihat. Mereka terlihat dan berbicara seperti warga desa, tapi mereka mengenakan seragam bergaya Amerika dan menenteng senjata buatan AS dilengkapi dengan teropong yang dapat melihat menembus kegelapan. Para tentara tersebut menuduhnya sebagai komandan gerakan milisi setempat, mereka kemudian menggelandang Hassan keluar. Namun sebelum mereka pergi, mereka "memperkenalkan diri". "Kami adalah pasukan khusus. Brigade kotor," kata-kata tersebut masih terngiang dalam ingatan Hassan.
Pasukan khusus Irak (ISOF) kemungkinan adalah pasukan khusus terbesar yang pernah dibentuk oleh AS, pasukan tersebut diberian kebebasan dalam ban
yak hal, dimana biasanya pasukan semacam itu justri dikekang dan dikendalikan.
Proyek pasukan khusus tersebut dimulai ketika AS menjajah Irak pada tahun 2003. Pasukan khusus AS, atau pasukan baret hijau, melatih pemuda Irak yang berusia 18 tahun yang belum pernah memiliki pengalaman militer sebelumnya. Hasilnya adalah sebuah pasukan elit, mematikan, dan rahasia, dilengkapi dengan persenjataan AS. Pasukan tersebut akan beroperasi selama bertahun-tahun dibawah perintah AS dan tidak akan bertanggung jawab terhadap pemerintah Irak.
Menurut catatan kongres, ISOF telah berkembang menjadi sembilan batalion, yang ditempatkan di empat pusat komando di seluruh wilayah Irak. ISOF setidaknya berkekuatan 4.564 orang, membuatnya sama besar dengan kekuatan pasukan AS di Irak. Catatan Kongres AS mengindikasikan bahwa ada rencana untuk mengandakan jumlah anggota ISOF dalam beberapa tahun mendatang.
Menurut Letnan Kolonel Purnawirawan Roger Carstens, pasukan khusus AS membangun kekuatan yang paling dahsyat di Timur Tengah.
"Yang ingin dilakukan oleh para pria tersebut adalah keluar dan membunuh seharian," katanya. "Mereka benar-benar hebat, sehebat kami. Karena kami yang melatih mereka, mereka adalah monster Frankenstein yang kami ciptakan. Mereka memper
gunakan senjata yang sama. Bahkan cara berjalan merekapun seperti orang Amerika."
Ketika pasukan khusus AS perlahan memindahkan kendali ISOF ke tangan Irak pada bulan April 2007, AS tidak memberikan kendali pasukan kepada kementerian pertahanan atau kementerian dalam negeri, badan yang biasanya memegang kendali atas pasukan khusus di dunia. Bukannya melakukan hla teresbut, AS mendesak pemerintah Irak untuk menciptakan sebuah kantor kementerian baru yang disebut biro kontra-terorisme. Biro tersebut kemudian didirikan atas perintahn perdana menteri Irak, Nuri al-Maliki, biro tersebut kemudian dapat memerintahkan ISOF untuk membantu tentara dan kepolisian. Berdasarkan perintah Maliki, parlemen Irak tidak memiliki kekuasaan terhadap ISOF dan hanya mengetahui sedikit saja perihal misi yang diemban pasukan tersebut.
Meski pasukan tersebut secara resmi dikendalikan oleh pemerintah Irak, publik Baghdad menilai bahw ISOF – brigade kotor – adalah sebuah pasukan rahasia, yang merupakan kepanjangan tangan dari militer AS. Pasukan AS masih terlibat cukup dekat dengan setiap tingkatan ISOF, nulai merencanakan dan melaksanakan misi, hingga menentukan taktik dan menciptakan kebijakan.
Ketika keluarga Hassan diserang,
batalion ISOF bergerak atas kemauannya sendiri, tanpa perintah AS, di kota Sadr, dimana kesepakatan politik melarang AS untuk menginjakkan kaki di sana.
Di Sadr, pasuka
n tersebut memburu pemuka agama anti-AS, Muqtada al-Sadr. ISOF kemudian membuat rencana sendiri dan menarget warga sipil, menyerang Hassan al-Rubaie, anggota komite pertahanan dan keamanan parlemen.
"Mereka meneror seluruh kawasan perumahan untuk menahan satu orang yang mereka tuding sebagai teroris," katanya. "Mereka harus dihentikan."
Para penasihat pasukan khusus AS tidak melakukan banyak hal untuk menangapi tindakan penyiksaan. Keluhan warga sipil, protes keras dari masyarakat, sehubungan dengan tindakan ISOF.
Pada malam yang sama, di kediaman Hassan Mahsan, terjadi penyerangan. Haidar al-Alibi, 26 tahun ditewaskan oleh sebutir peluru yang bersarang di dahinya. Keluarganya mengatakan bahwa sama sekali tidak ada peringatan sebelumnya.
Fathil al-Aibi mengatakan bahwa keluarganya telah terbangun di tengah malam dengan bunyi Ledakan. Saudara laki-lakinya. Haidar, berlari ke atas atap untuk melihat apa yang terjadi dan kemudian ditembak dari liteng terdekat. Ketika Fathil, saudaranya Hussein dan sang ayah, Abbas mencoba untuk membawa Haidar ke lantai bawah, mereka juga tak luput dari berondongan peluru.
"Padahal, kami besok akan menjalani tes bersama di universitas," kata Hussein. "Kami sama sekali tidak menyangka bahwa akhirnya akan menjadi seperti ini."
Komandan Polisi Ahmed Sibli juga mengaku ditembaki oleh ISOF. Dia kemudian memperlihatkan dua lubang bekas tembakan peluru di
rumahnya dengan diterangi cahaya temaram lampu minyak tanah.
Pasukan tersebut menenteng senjata buatan AS, bukan AK-47 atau PKC yang dipergunakan polisi nasional. Tembakan yang dilancarkan ISOF bukan merupakan tembakan peringatan. "Mereka menembaki saya dengan membabi buta."
Pasukan Irak datang untuk merespon tembakan tersebut, dan menurut Hussein al-Aibi, para tentara Irak juga tak luput dari tembakan, tentara Irak berhasil mengevakuasi jasad Haidar dari atap dan membawanya ke rumah sakit. Dalam perjalanan, kata Fathil, kendaraan militer dihentikan oleh brigade kotor yang kemudian bertanya kepada mayor Abu Rajdi, kemana tujuannya. Masih menurut Fathil. Rajdi mengatakan, "Dia ini hanya mahasiswa biasa yang tidak tahu apa-apa, dan kalian menembakinya denga membabi buta."
Di pemakaman Haidar, Fathil meminta Rajdi untuk bersaksi. "Anda adalah perwakilan pemerintahan dan anda tahu persis apa yang terjadi," katanya. "Anda melihat bahwa (Haidar) tidak menenteng senjata macam apapun di tangannya."
Namun sang mayor menol
ak permintaan tersebut. "Mereka adalah brigade kotor, kami takut pada mereka. Kapanpun kami melihat mereka, kami lebih memilih untuk mundur, jika saya bersaksi melawan mereka, keesokan harinya saya bisa jadi berada dalam kantong mayat. Pasukan tersebut bisa dengan seenaknya membunuh dan tidak harus bertanggungjawab, karena mereka adalah kepanjangan tangan AS.
Rasa takut dan tidak percaya Mayor Rajdi kepada ISOF juga dirasakan oleh anggota pasukan Irak lainnya. "Kadang kami terkejut saat pasukan khusus tersebut masuk," kata Letkol Yahya Rasoul Abdullah, komandan batalion ketiga dari brigade 42 di kota Sadr.
"Hal-hal buruk selalu terjadi, ada diantara mereka yang mencuri, ada yang melecehkan wanita. Mereka tidak mengenal para penduduk, mereka hanya mengejar target yang ditentukan. Kami sudah lama menderita karena masalah ini."
Sangat mungkin AS mengetahui mengenai kekerasan terhadap warga sipil di Adhamiya.
Kepala proyek ISOF Amerika adalah jenderal Trombitas dari tim transisi anti-teror Irak. Trombitas adalah seorang pria tinggi besar dengan kumis yang memutih dan alis yang melengkung. Trombitas menghabiskan waktu tujuh tahun untuk melatih pasukan khusus di Kolombia, El Salvador dan negara-negara lainnya.
Hassan al-Rubaie merasa khawatir dengan hubungan dekat antara AS dengan ISOF. "Jika AS meninggalkan Irak, maka pasukan tersebut akan menjadi pasukan terakhir yang mereka tinggalkan di Irak," katanya. Dia mengkhawatirkan bahwa sebuah kekuatan militer yang begitu kuat dan rahasia dan berhubungan dekat dengan AS dapat merubah Irak menjadi basis milite. AS kemudian akan mampu melanjutkan "misi" di Irak dengan mengatasnamakan ISOF, "(ISOF) telah menjadi semacam pengganti bagi pasukan AS," katanya.
Presiden Obama mengatakan bahwa dirinya berencana untuk meningkatkan pasukan khusus AS. Pertemuan menteri pertahanan Robert Gates dengan Stanley McChrystal sebagai komandan Afghanistan semakin menegaskan hal tersebut
0 komentar:
Posting Komentar