أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Kalimat syahadatain adalah kalimat
yang tidak asing lagi bagi umat Islam. Kita senantiasa menyebutnya
setiap hari, misalnya ketika shalat dan azan. Kalimat syahadatain sering
diucapkan oleh umat Islam dalam pelbagai keadaan. Kita menghafal
kalimat syahadah dan dapat menyebutnya dengan fasih. Namun, demikian
sejauh manakah makna kalimat ini dipahami dan diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari kaum Islam?
Pertanyaan tersebut perlu
dijawab dengan realitas yang ada. Tingkah laku umat Islam yang
terpengaruh dengan budaya jahiliyah atau cara hidup Barat, memberi
gambaran bahwa syahadah tidak cukup memberi pengaruh. Terbukti tidak
sedikit dari umat Islam yang masih melakukan perkara-perkara yang
dilarang Allah dan meninggalkan perintah-Nya, memberi kesetiaan bukan
kepada kaum muslimin, atau tidak mensyukuri sesuatu yang diberikan
kepada mereka. Itu adalah contoh dari wujud seseorang yang tidak
memahami syahadah yang dibacanya dan tidak mengerti makna yang
sebenarnya dari syahadah.
Kalimat syahadah merupakan asas
utama dan landasan penting bagi rukun Islam. Tanpa syahadah, rukun Islam
lainnya akan runtuh. Begitu juga dengan rukun iman. Tegaknya syahadah
dalam kehidupan individu akan menegakkan ibadah dan dien dalam hidup
kita. Dengan syahadatain terwujudlah sikap ruhani yang akan memberikan
motivasi kepada tingkah laku jasmaniah dan akal pikiran, serta
memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.
Tegaknya Islam mesti didahului
oleh tegaknya rukun Islam; dan tegaknya rukun Islam mesti didahului oleh
tegaknya syahadah. Rasulullah saw. mengisyaratkan bahwa Islam itu
bagaikan sebuah bangunan. Untuk berdirinya bangunan Islam itu harus
ditopang oleh 5 (lima) tiang pokok, yaitu syahadatain, shalat, saum,
zakat, dan haji ke Baitulllah.
Di zaman Nabi saw., kalangan
masyarakat Arab memahami betul makna syahadatain ini. Terbukti dalam
suatu peristiwa dimana Nabi saw. mengumpulkan para pemimpin Quraisy dari
kalangan Bani Hasyim, Nabi saw. bersabda, “Wahai saudara-saudara,
maukah kalian aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian
akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab?” Kemudian Abu Jahal menjawab,
“Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.” Kemudian
Nabi saw. bersabda, “Ucapkanlah laa ilaha illa Allah dan Muhammad
Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta,
berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan
bukan Arab.”
Penolakan Abu Jahal kepada
kalimat ini bukan karena dia tidak paham akan makna dari kalimat itu.
Justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat,
dan patuh kepada Allah swt. saja Dia sadar betul jika ia bersikap
seperti itu, maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu
Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Penerimaan
syahadah bermakna menerima semua aturan dan segala akibatnya. Penerimaan
inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah untuk mengaplikasikan syahadah.
Sebenarnya, apabila mereka
memahami bahwa loyalitas kepada Allah itu juga akan menambah kekuatan
bagi diri mereka. Mereka yang beriman semakin dihormati dan semakin
dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan
kedudukan yang sama apabila ia sebagai muslim (Abu Jahal adalah tokoh di
kalangan Arab jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi, diantaranya ia
sebagai Abu Amr (ahli hukum). Setiap individu yang bersyahadah, maka ia
menjadi khalifatullah fil Ardhi.
Kalimat syahadah mesti dipahami
dengan benar karena di dalamnya terdapat makna yang sangat tinggi.
Dengan syahadah, kehidupan kita akan dijamin bahagia di dunia ataupun di
akhirat. Syahadah sebagai kunci kehidupan dan tiang dien (agama Islam).
Oleh karena itu, marilah kita bersama memahami syahadatain ini.
Syahadat adalah Pintu Masuk ke dalam Islam
Sahnya iman seseorang adalah
dengan menyebutkan syahadatain. Kesempurnaan iman seseorang bergantung
kepada pemahaman dan pengamalan syahadatain. Syahadatain membedakan
manusia kepada muslim dan kafir. Pada dasarnya setiap manusia telah
bersyahadah Rububiyah di alam arwah, tetapi ini saja belum cukup. Untuk
menjadi muslim, mereka harus bersyahadah Uluhiyah dan syahadah Risalah
di dunia.
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ
فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا
لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ
صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ
بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً
تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Rasulullah bersabda kepada Muadz bin
Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang kepada kaum
ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka agar
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika
mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah
telah mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika
mereka mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah
telah mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di
antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka
mentaatimu dalam hal itu, hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta
mereka dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi, sebab
antaranya dan Allah tidak ada dinding pembatas.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Berikut ini pernyataan Rasulullah saw. tentang misi Laa ilaha illallah dan kewajiban manusia untuk menerimanya.
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika
mereka telah melakukan hal itu, terperiharalah darah dan harta benda
mereka kecuali dengan haknya, sedangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Pentingnya mengerti, memahami,
dan melaksanakan syahadatain. Manusia berdosa akibat melalaikan
pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
“Maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin,
laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan
tempat kamu tinggal.” [QS. Muhammad (47): 19].
Kalimat “dan mohonlah ampunan
bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”
menunjukan bahwa ketidakkonsistenan sikap seseorang dengan pernyataan
tauhidnya (Laa ilaaha illallah) adalah perbuatan dosa. Karena pernyataan
tersebut pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan,
dan rasa takut hanya kepada Allah semata. Maka, bila seseorang muslim
tidak menunaikan shalat, tidak menutup aurat, dan atau terlibat dalam
pergaulan bebas antar lawan jenis, hal itu merupakan sikap tidak
konsisten dengan pernyataan Laa ilaaha illallah. Karena dengan sikap
seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada
Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.
Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illallah dan tidak mau mengesakan Allah.
“Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” [QS.
As-Shaffat (37): 35].
Yang dimaksud menyombongkan diri
ketika diperdengarkan kalimat ”Laa ilaaha illallah” tidak semata-mata
karena tidak mau mengucapkan atau mendengarkannya, tetapi yang yang
dimaksud adalah substansinya, yaitu hanya taat, takut dan cinta kepada
Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap
tidak mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti tidak mau
mengerjakan shalat, tidak menutup aurat, tidak menjauhi pergaulan bebas,
berkhalwat dengan yang bukan mahramnya, dan sebagainya.
Yang dapat bersyahadat dalam
arti sebenarnya adalah hanya Allah, para malaikat, dan orang-orang yang
berilmu, yaitu para nabi dan orang yang beriman kepada mereka.
“Allah menyatakan bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan
keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
yang demikian itu): tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18].
Manusia bersyahadah di alam
arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini perlu
disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” mMereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” [QS. Al-A’raf (7): 172].
Syahadat adalah Ringkasan Ajaran Islam
Pemahaman muslim terhadap Islam
bergantung kepada pemahamannya terhadap syahadatain. Sebab, seluruh
ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat yang sederhana ini.
Ada 3 hal prinsip syahadatain :
A. Pernyataan Laa ilaha illallah
merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah saja.
Melaksanakan minhajillah (way of life yang ditetapkan Allah) merupakan
ibadah kepada-Nya.
B. Menyebut Muhammad Rasulullah
merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad saw. Dan
Rasulullah adalah tauladan dalam mengikuti Manhaj Allah.
C. Penghambaan kepada Allah
meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan
Allah, dengan dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.
Makna Laa ilaha illa Allah
adalah penghambaan kepada Allah [QS. Al-Anbiya' (21): 25], dan Rasul
diutus dengan membawa ajaran tauhid.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu
yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 21].
Manusia diciptakan untuk menghambakan dirinya kepada Allah semata.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [QS. Az-Dzariyat (51): 56].
Dan kami tidak mengutus seorang
rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian
akan Aku.” [QS. Al-Anbiya’ (21): 25].
Muhammad saw. adalah tauladan
dalam setiap aspek kehidupan [QS. Ali Imran (3): 31], dan aktifitas
hidup orang yang beriman kepada Allah, hendaknya mengikuti ajaran
Muhammad saw.
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzab (33): 21].
Meneladani Rasulullah menjadi
parameter keimanan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Bukti cinta
kepada Allah adalah dengan mengikuti ajaran Rasulullah saw.
Katakanlah, “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[QS. Ali Imran (3): 31].
Seluruh aktivitas hidup manusia secara individu, masyarakat dan negara mesti ditujukan kepada mengabdi Allah swt. saja.
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).
Islam adalah satu-satunya syariat yang diridhai Allah dan tidak dapat dicampur dengan syariat lainnya.
“Sesungguhnya agama (yang
diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang
telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat
hisab-Nya.” [QS. Ali Imran (3): 19].
“Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS.
Ali Imran (3): 85].
“Kemudian kami jadikan kamu
berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka
ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Jatsiyah (45): 18].
“Dan bahwa (yang kami
perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah agar kamu bertakwa.” [QS. Al-An’am (6): 153].
Syahadat adalah Dasar Sebuah Perubahan
Syahadatain mampu mengubah
manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan hidupnya.
Perubahan itu juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara
individu atau masyarakat.
Ada perbedaan penerimaan
syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad dengan generasi
sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan derajat kepahaman
terhadap makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, dan sikap
konsisten terhadap syahadah tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima
maupun menolak.
Umat terdahulu langsung berubah
ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka yang tadinya bodoh menjadi
pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat
menjadi takwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang
tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.
Syahadatain dapat merubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat mengubah umat sekarang menjadi baik.
Penggambaran Allah tentang
perubahan yang terjadi pada para sahabat Nabi, yang dahulunya berada
dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam cahaya Islam yang
gemilang.
“Dan apakah orang yang sudah
mati (maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya yakni orang-orang
kafir) kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah
masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam
gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?
Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang
telah mereka kerjakan.” [QS. Al-An’am (6): 122].
Perubahan individu contohnya
terjadi pada Mush’ab bin Umair yang sebelum mengikuti dakwah Rasul
merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan yang glamour di
kota Mekkah. Tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana
yang dai, duta Rasul untuk kota Madinah, kemudian menjadi syuhada Uhud.
Saat syahidnya, Rasulullah membacakan ayat ini.
“Di antara orang-orang mukmin
itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada
Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada
(pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” [QS.
Al-Ahzab (33): 23].
Reaksi masyarakat Quraisy
terhadap kalimat tauhid [QS. Al-Buruuj (85): 6-10], reaksi musuh
terhadap keimanan kaum mukminin kepada Allah [QS. Al-Kahfi (18): 2],
musuh memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid [QS.
Al-Anfal (8): 20].
Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka
berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa
kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya). [QS. As-Shaffat
(37): 35-37].
“Ketika mereka duduk di
sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap
orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin
itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang
yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan
perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab
Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” [QS. Al-Buruj
(85): 6-10].
“Sebagai bimbingan yang lurus,
untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan
amal shalih, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” [QS.
Al-Kahfi (18): 2].
“Dan (ingatlah), ketika
orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka
memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya.” [QS. Al-Anfal (8): 30].
Syahadat adalah Hakikat Dakwah Para Rasul
Setiap rasul, semenjak Nabi Adam a.s.
hingga Nabi Muhammad saw., membawa misi dakwah yang satu, yaitu
syahadah. Apa yang diwahyukan kepada Rasulullah sama dengan apa yang
diwahyukan kepada nabi-nabi sebelumnya. Allah berfirman,
“Sesungguhnya kami telah
memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada
Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu
(pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa,
Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan Zabur kepada Daud.”
[QS. An-Nisa’(4): 163].
Mereka semua mengajak manusia
untuk mentauhidkan Allah semata dan hanya menyembah kepada-Nya. Seperti
yang diserukan Nuh a.s. kepada kaumnya.
Sesungguhnya kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah.
Sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu
tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar
(kiamat).” [QS. Al-A’raf (7): 59].
Nabi Ibrahim berdakwah kepada
masyarakat untuk membawa mereka menuju kepada pengabdian Allah saja
serta membebasakan diri dari kesyirikan.
Sesungguhnya telah ada suri
teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan
dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.
Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya Aku akan
memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari
kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada
Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan
hanya kepada Engkaulah kami kembali.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].
(Catatan: Nabi Ibrahim pernah
memintakan ampunan bagi bapaknya yang musyrik kepada Allah: Ini tidak
boleh ditiru, karena Allah tidak membenarkan orang mukmin memintakan
ampunan untuk orang-orang kafir. Lihat surat An-Nisa ayat 48).
Para nabi membawa dakwah bahwa ilah yang satu yaitu Allah saja.
Katakanlah, “Sesungguhnya aku
ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadah kepada Tuhannya.” [QS. Al-Kahfi (18): 110].
Syahadat adalah Kalimat dengan Ganjaran Yang Besar
Banyak ganjaran yang diberikan
oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw. Di antaranya seseorang
akan dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan dari neraka seperti
sabda Rasulullah saw.
عَنْ
عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى
عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ
وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ
الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
Ubadah bin Shamit meriwayatkan dari
Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa mengatakan tiada ilah selain
Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan
Rasul-Nya, bahwa Isa adalah hamba dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang
dicampakkan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah hak
serta neraka itu hak. Allah akan memasukkannya ke surga, apapun amal
perbuatannya.” (Bukhari).
عَنْ
أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَخْرُجُ
مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ
شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ
النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ
ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dari Anas, Nabi saw. bersabda, “Keluar
dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah dan di hatinya ada
seberat rambut kebaikan. Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la
ilaha illallah sedang di hatinya ada seberat gandum kebaikan. Dan keluar
dari neraka orang yang mengatakan la ilaha illallah sedang di hatinya
ada seberat zarrah kebaikan.” (Bukhari).
Orang yang mengikrarkan syahadat akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari Kiamat. Seperti sabda beliau,
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ
النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا
يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ
مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ
أَوْ نَفْسِهِ
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw.
ditanya, “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu di hari
Kiamat?” Rasulullah saw. bersabda, “Aku telah mengira, ya Abu Hurairah,
bahwa tidak ada seorang pun yang tanya tentang hadits ini yang lebih
dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap
hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari Kiamat adalah
yang mengatakan la ilaha illallah secara ikhlas dari hatinya atau
jiwanya.” (Bukhari).