Lembaga Muhtadin Al-Azhar membentuk paguyuban mualaf dengan dua sasaran; internal dan eksternal.
Secara internal mendidik, mengajarkan mualaf agar paham Islam yang sesungguhnya.
Sedangkan secara eksternal menanggulangi bahaya permurtadan atau godaan dari agama lain. Oleh karena itu, mereka jangan dibiarkan sendiri, harus dibimbing dan dibina terus keislamannya.
Dari sekian banyak para mualaf, sekitar 15 persen hingga 20 persen yang aktif di masjid. Banyak faktor yang menyebabkan mereka belum optimal mengkaji Islam. Motivasi dan waktu yang membuat mereka jarang berpartisipasi. Rentang usia sesama mualaf tidak sama sehingga sulit disatukan.
Padahal, Lembaga Muhtadin telah berupaya membuat kegiatan menarik bagi para mualaf. “Kita pernah sampai tiga kali mengundang Doktor Bilal Philip, mualaf dari Amerika yang mempunyai pusat studi Islam secara online.”
“Kita berharap, dia bisa memberi motivasi kepada para mualaf di Indonesia bahwa menjadi mualaf bisa sukses. Sayangnya, kegiatan ini pun belum direspons optimal para mualaf,” Ketua Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta, Dr Shobahussurur Syamsi.
Solusinya, Lembaga Muhtadin Al-Azhar mau tidak mau berupaya lebih aktif lagi mengundang para mualaf. Program pembinaan akan dikemas lebih variatif dan waktunya disesuaikan dengan kesibukan para mualaf.
Upaya lainnya, bersinergi dengan perkumpulan mualaf lainnya, seperti kegiatan yang digelar Masjid Agung Sunda Kelapa. Ke depan, Ketua Masjid Agung Al Azhar ini mengharapkan ada wakaf asrama bagi mualaf. Di tempat ini mereka secara intensif mendapat kajian ilmu tentang Islam.
Pembinaan dan asrama para mualaf ini merupakan kebutuhan yang harus segera direalisasikan. Karena sejak 2000-an, daya tarik Islam semakin luar biasa bagi para mualaf. Tidak hanya di Indonesia, di berbagai negara banyak
0 komentar:
Posting Komentar